Pengertian Kearifan Lokal
Dalam pengertian kamus, kearifan
lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan
lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan
Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama
dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat)
dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local)
yang
bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan
diikutioleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal adalah cara dan praktik
yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat, yang berasal dari pemahaman
mendalam akan lingkungan setempat, yang terbentuk di tempat tersebut secara
turun-temurun. Pengetahuan semacam ini mempunyai beberapa karakteristik penting
yang membedakannya dari jenis- jenis pengetahuan yang lain. Kenapa? Karena
Kearifan lokal berasal dari dalam masyarakat sendiri, disebarluaskan secara
non-formal, dimiliki secara kolektif oleh masyarakat bersangkutan, dikembangkan
selama beberapa generasi dan mudah diadaptasi, serta tertanam di dalam cara
hidup masyarakat sebagai sarana untuk bertahan hidup.
Dalam pustaka pengurangan risiko
bencana, ada empat argumen dasar yang mendukung pentingnya kearifan lokal. Pertama, berbagai praktik dan strategi
spesifik masyarakat asli yang terkandung di dalam kearifan lokal, yang telah
terbukti sangat berharga dalam menghadapi bencana-bencana alam, dapat
ditransfer dan diadaptasi oleh komunitas-komunitas lain yang menghadapi situasi
serupa. Kedua, pemaduan kearifan
lokal ke dalam praktik dan kebijakan yang ada akan mendorong partisipasi
masyarakat yang terkena bencana dan memberdayakan para anggota masyarakat untuk
mengambil peran utama dalam semua kegiatan pengurangan risiko bencana. Ketiga, informasi yang terkandung di
dalam kearifan lokal dapat membantu memberikan informasi yang berharga
tentang konteks setempat. Keempat,
cara penyebarluasan kearifan lokal yang bersifat non-formal memberi sebuah
contoh yang baik untuk upaya pendidikan lain dalam hal pengurangan risiko
bencana.
Praktik kearifan lokal terbukti telah
mengurangi dampak bencana alam di tiga pulau Sumatra, yakni Simeulue, Nias, dan
Siberut. Dengan kebudayaan yang berbeda- beda, ketiga pulau itu, yang dalam
kurun waktu lima tahun mengalami bencana gempa bumi dan tsunami, telah
mengangkat ke permukaan pelbagai praktik kearifan lokal yang sebelumnya luput
dari perhatian masyarakat internasional yang peduli pada upaya pengurangan
risiko bencana. Praktik yang mencakup antara lain seperti sarana komunikasi
tradisional, metode pembangunan dan perencanaan hunian, serta upacara ritual
yang terkait.
Pengertian
Globalisasi
Globalisasi adalah suatu keadaan,
tetapi juga suatu tindakan di mana aktivitas kehidupan tidak lokal dalam suatu
negara tetapi mendunia. Hal ini dapat dilihat pada istilah ekonomi global
ketika transaksi ekonomi dilakukan lintas negara secara massal. Istilah
komunikasi global juga kita temukan ketika kita berbincang-bincang tentang
penggunaan internet sebagai media komunikasi yang dapat mengakses berita dari
seluruh dunia tanpa ada aturan yang terlalu ketat.
Globalisasi bukan gejala baru,
bahkan negara-negara maju untuk masa sekarang ini sudah menggunakan istilah
globalisasi baru (new globalism). Bagi Indonesia dan negara-negara Asia,
globalisasi masih merupakan pengalaman baru. Globalisasi sebagai gejala
perubahan di masyarakat yang hampir melanda seluruh bangsa sering dianggap
ancaman dan tantangan terhadap integritas suatu negara (Hadi Soesastro dalam Jacob
Oetama, 2000:;36). Dengan demikian bila suatu negara mempunyai identitas lokal
tertentu, dalam hal ini kearifan lokal, ia tidak mungkin lepas dari pengaruh
globalisasi ini (lihat juga Seabrook, 2004).
Dalam lingkungan yang pesimistik,
globalisasi menyebabkan adanya globalophobia, suatu bentuk ketakutan
terhadap arus globalisasi sehingga orang atau lembaga harus mewaspadai secara
serius dengan membuat langkah dan kebijakan tertentu. Bagaimana pun globalisasi
merupakan suatu yang tidak dapat dihindari sehingga yang terpenting adalah
bagaimana menyikapi dan memanfaatkan secara baik efek global sesuai dengan
harapan dan tujuan hidup
kita.
Dalam hal kearifan lokal Nusantara, bagaimana kearifan lokal tetap dapat hidup
dan berkembang tetapi tidak ketinggalan jaman. Bagaimana kearifan lokal dapat
mengikuti arus perkembangan global sekaligus tetap dapat mempertahankan
identitas lokal kita, akan menyebabkan ia akan hidup terus dan mengalami
penguatan. Kearifan lokal sudah semestinya dapat berkolaborasi dengan aneka
perkembangan budaya yang melanda dan untuk tidak larut dan
hilang dari identitasnya sendiri.
Pengaruh Lintas
Budaya Dan Globalisasi
Individu dan kelompok masyarakat
biasanya menganut nilai sendirisendiri. Bila terjadi pertemuan di antaranya dan
satu dengan yang lain nampak tidak cocok, maka pihak yang satu biasanya merasa
benar dan menyalahkan pihak yang lain. Apabila satu dianggap salah oleh yang
lain maka ini menunjukkan bahwa tindakan-tindakan kultural bukan semata-mata
bersifat subjektif atau pribadi tetapi lebih menjadi bersifat intersubjektif.
Individusesungguhnya tidak bertindak sendiri. Makna suatu tindakan adalah makna
yang ditanggapi bersama dengan orang lain. Makna ini didasarkan pada
asumsi-asumsi tindakan kultural. Oleh karenanya penilaian kultural menjadi
relatif (meskipun dalam konteks etis ada pihak yang mengambil posisi
relativisme etis dan absolutisme moral, dan menurut pandangan teologi, di atas
relativitas tersebut yang mutlak adalah kebenaran Tuhan). Dalam budaya tertentu
orang mungkinharus mengagung-agungkan dirinya di depan umum dalam rangka
memberi semangat rakyat, tetapi dalam budaya yang lain tindakan tersebut
mungkin dianggap sombong atau bahkan dilarang (Adeney, 1995: 16-17).
Dari penjelasan ini dapat kita
pahami bahwa dalam aneka ragam budaya dengan segenap nilai kulturalnya, ada
pemahamanan yang tidak selalu sama antara yang dianggap baik di pihak yang satu
yang berbeda dengan penilaian pihak lain. Hal yang menjadikan masing-masing
orang atau kelompok orang berbeda-beda dan menilai sesuatu secara berbeda
adalah karena orientasi nilai masing-masing mereka yang berbeda. Perbedaan
latar belakang dan orientasi budaya inilah yang sering menyebabkan terjadinya
konflik. Oleh karena itu perlu masing-masing orang atau kelompok orang
menyadari perbedaan orientasi nilai budaya ini. Tentang bagaimana orang yang
berbeda nilai budaya ini dapat saling memahami dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain dengan jalan dialog. Tentang orientasi nilai budaya secara
lengkap dapat dilihat pada model kuantum individu, sosial, dan kosmos (Adeney,
2000:377-379). Data dimaksud dipakai sebagai upaya memahami aneka pemahaman dan
konsentrasi tiap inidvidu atau kelompok pada orientasi budaya tertentu. Jelas
disini bahwa orientasi yang berbeda antara individu atau kelompok yang satu
dengan yang lain akan menyebabkan bagaimana mereka menilai sesuai juga akan
berbeda. Dalam konteks kearifan lokal, penjelasan ini memungkinkan akan adanya
spesifikasi dari masing-masing budaya lokal yang muncul dan dapat diwacanakan.
Menghadapi Era Globalisasi Dengan Kearifan Lokal
Zaman
seperti ingin menutup usia, banyak berita yang membuat rapuh manusianya. Di era
globalisasi saat ini banyak orang yang bingung, ragu, cemas, was-was, takut
akan terpuruk, akibat tak kuat menahan era globalisasi yang tak dapat dibendung
lagi, namun sebagai bangsa Indonesia kita tidak perlu takut akan hal-hal
seperti itu, kita bangsa yang besar, kita bangsa yang kaya akan alamnya tongkat
kayu pun jadi tanaman.
Seperti
yang dikatakan oleh seorang tokoh pendidikan di Indonesia, “Menghadapi Era
Globalisasi kita sebagai bangsa Indonesia hanya perlu menghadapinya dengan
kearifan lokal”, maksudnya kita hanya perlu mengelola dengan baik alam
Indonesia yang kaya ini, tidak perlu utang lagi keluar negeri, dan beliau
mengatakan utang Indonesia itu akan lunas bila kita sebagai bangsa Indonesia
mau mengelola laut kita. Laut Indonesia begitu luas dan ikannya pun cukup
banyak jadi harusnya Indonesia tidak punya utang apabila kita bersama-sama mau
mengelola laut kita.