Kamis, 16 Oktober 2014

“ KEARIFAN LOKAL YANG DIPENGARUHI GLOBALISASI ”

Pengertian Kearifan Lokal

            Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local)
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikutioleh anggota masyarakatnya.

Kearifan lokal adalah cara dan praktik yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat, yang berasal dari pemahaman mendalam akan lingkungan setempat, yang terbentuk di tempat tersebut secara turun-temurun. Pengetahuan semacam ini mempunyai beberapa karakteristik penting yang membedakannya dari jenis- jenis pengetahuan yang lain. Kenapa? Karena Kearifan lokal berasal dari dalam masyarakat sendiri, disebarluaskan secara non-formal, dimiliki secara kolektif oleh masyarakat bersangkutan, dikembangkan selama beberapa generasi dan mudah diadaptasi, serta tertanam di dalam cara hidup masyarakat sebagai sarana untuk bertahan hidup.

Dalam pustaka pengurangan risiko bencana, ada empat argumen dasar yang mendukung pentingnya kearifan lokal. Pertama, berbagai praktik dan strategi spesifik masyarakat asli yang terkandung di dalam kearifan lokal, yang telah terbukti sangat berharga dalam menghadapi bencana-bencana alam, dapat ditransfer dan diadaptasi oleh komunitas-komunitas lain yang menghadapi situasi serupa. Kedua, pemaduan kearifan lokal ke dalam praktik dan kebijakan yang ada akan mendorong partisipasi masyarakat yang terkena bencana dan memberdayakan para anggota masyarakat untuk mengambil peran utama dalam semua kegiatan pengurangan risiko bencana. Ketiga, informasi yang terkandung di dalam kearifan lokal dapat membantu  memberikan informasi yang berharga tentang konteks setempat. Keempat, cara penyebarluasan kearifan lokal yang bersifat non-formal memberi sebuah contoh yang baik untuk upaya pendidikan lain dalam hal pengurangan risiko bencana.

Praktik kearifan lokal terbukti telah mengurangi dampak bencana alam di tiga pulau Sumatra, yakni Simeulue, Nias, dan Siberut. Dengan kebudayaan yang berbeda- beda, ketiga pulau itu, yang dalam kurun waktu lima tahun mengalami bencana gempa bumi dan tsunami, telah mengangkat ke permukaan pelbagai praktik kearifan lokal yang sebelumnya luput dari perhatian masyarakat internasional yang peduli pada upaya pengurangan risiko bencana. Praktik yang mencakup antara lain seperti sarana komunikasi tradisional, metode pembangunan dan perencanaan hunian, serta upacara ritual yang terkait.

Pengertian Globalisasi

            Globalisasi adalah suatu keadaan, tetapi juga suatu tindakan di mana aktivitas kehidupan tidak lokal dalam suatu negara tetapi mendunia. Hal ini dapat dilihat pada istilah ekonomi global ketika transaksi ekonomi dilakukan lintas negara secara massal. Istilah komunikasi global juga kita temukan ketika kita berbincang-bincang tentang penggunaan internet sebagai media komunikasi yang dapat mengakses berita dari seluruh dunia tanpa ada aturan yang terlalu ketat.

            Globalisasi bukan gejala baru, bahkan negara-negara maju untuk masa sekarang ini sudah menggunakan istilah globalisasi baru (new globalism). Bagi Indonesia dan negara-negara Asia, globalisasi masih merupakan pengalaman baru. Globalisasi sebagai gejala perubahan di masyarakat yang hampir melanda seluruh bangsa sering dianggap ancaman dan tantangan terhadap integritas suatu negara (Hadi Soesastro dalam Jacob Oetama, 2000:;36). Dengan demikian bila suatu negara mempunyai identitas lokal tertentu, dalam hal ini kearifan lokal, ia tidak mungkin lepas dari pengaruh globalisasi ini (lihat juga Seabrook, 2004).

            Dalam lingkungan yang pesimistik, globalisasi menyebabkan adanya globalophobia, suatu bentuk ketakutan terhadap arus globalisasi sehingga orang atau lembaga harus mewaspadai secara serius dengan membuat langkah dan kebijakan tertentu. Bagaimana pun globalisasi merupakan suatu yang tidak dapat dihindari sehingga yang terpenting adalah bagaimana menyikapi dan memanfaatkan secara baik efek global sesuai dengan harapan dan tujuan hidup
kita. Dalam hal kearifan lokal Nusantara, bagaimana kearifan lokal tetap dapat hidup dan berkembang tetapi tidak ketinggalan jaman. Bagaimana kearifan lokal dapat mengikuti arus perkembangan global sekaligus tetap dapat mempertahankan identitas lokal kita, akan menyebabkan ia akan hidup terus dan mengalami penguatan. Kearifan lokal sudah semestinya dapat berkolaborasi dengan aneka perkembangan budaya yang melanda dan untuk tidak larut dan
hilang dari identitasnya sendiri.

Pengaruh Lintas Budaya Dan Globalisasi

            Individu dan kelompok masyarakat biasanya menganut nilai sendirisendiri. Bila terjadi pertemuan di antaranya dan satu dengan yang lain nampak tidak cocok, maka pihak yang satu biasanya merasa benar dan menyalahkan pihak yang lain. Apabila satu dianggap salah oleh yang lain maka ini menunjukkan bahwa tindakan-tindakan kultural bukan semata-mata bersifat subjektif atau pribadi tetapi lebih menjadi bersifat intersubjektif. Individusesungguhnya tidak bertindak sendiri. Makna suatu tindakan adalah makna yang ditanggapi bersama dengan orang lain. Makna ini didasarkan pada asumsi-asumsi tindakan kultural. Oleh karenanya penilaian kultural menjadi relatif (meskipun dalam konteks etis ada pihak yang mengambil posisi relativisme etis dan absolutisme moral, dan menurut pandangan teologi, di atas relativitas tersebut yang mutlak adalah kebenaran Tuhan). Dalam budaya tertentu orang mungkinharus mengagung-agungkan dirinya di depan umum dalam rangka memberi semangat rakyat, tetapi dalam budaya yang lain tindakan tersebut mungkin dianggap sombong atau bahkan dilarang (Adeney, 1995: 16-17).
           
            Dari penjelasan ini dapat kita pahami bahwa dalam aneka ragam budaya dengan segenap nilai kulturalnya, ada pemahamanan yang tidak selalu sama antara yang dianggap baik di pihak yang satu yang berbeda dengan penilaian pihak lain. Hal yang menjadikan masing-masing orang atau kelompok orang berbeda-beda dan menilai sesuatu secara berbeda adalah karena orientasi nilai masing-masing mereka yang berbeda. Perbedaan latar belakang dan orientasi budaya inilah yang sering menyebabkan terjadinya konflik. Oleh karena itu perlu masing-masing orang atau kelompok orang menyadari perbedaan orientasi nilai budaya ini. Tentang bagaimana orang yang berbeda nilai budaya ini dapat saling memahami dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan jalan dialog. Tentang orientasi nilai budaya secara lengkap dapat dilihat pada model kuantum individu, sosial, dan kosmos (Adeney, 2000:377-379). Data dimaksud dipakai sebagai upaya memahami aneka pemahaman dan konsentrasi tiap inidvidu atau kelompok pada orientasi budaya tertentu. Jelas disini bahwa orientasi yang berbeda antara individu atau kelompok yang satu dengan yang lain akan menyebabkan bagaimana mereka menilai sesuai juga akan berbeda. Dalam konteks kearifan lokal, penjelasan ini memungkinkan akan adanya spesifikasi dari masing-masing budaya lokal yang muncul dan dapat diwacanakan.

Menghadapi Era Globalisasi Dengan Kearifan Lokal

            Zaman seperti ingin menutup usia, banyak berita yang membuat rapuh manusianya. Di era globalisasi saat ini banyak orang yang bingung, ragu, cemas, was-was, takut akan terpuruk, akibat tak kuat menahan era globalisasi yang tak dapat dibendung lagi, namun sebagai bangsa Indonesia kita tidak perlu takut akan hal-hal seperti itu, kita bangsa yang besar, kita bangsa yang kaya akan alamnya tongkat kayu pun jadi tanaman.

            Seperti yang dikatakan oleh seorang tokoh pendidikan di Indonesia, “Menghadapi Era Globalisasi kita sebagai bangsa Indonesia hanya perlu menghadapinya dengan kearifan lokal”, maksudnya kita hanya perlu mengelola dengan baik alam Indonesia yang kaya ini, tidak perlu utang lagi keluar negeri, dan beliau mengatakan utang Indonesia itu akan lunas bila kita sebagai bangsa Indonesia mau mengelola laut kita. Laut Indonesia begitu luas dan ikannya pun cukup banyak jadi harusnya Indonesia tidak punya utang apabila kita bersama-sama mau mengelola laut kita. 

PERENCANAAN KURIKULUM

DASAR DASAR PERENCANAAN KURIKULUM

Dalam arti sempit , kurikulum diartikan sebagai kumpulan mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik sampai ke arti yang sangat komprehensip yang dikenal sekarang.jika ditinjau misalnya dari  kritik tajam yang melanda dunia pendidikan, maka dapat diamati dengan jelas bahwa banyak kebijaksanaan tentang kurikulum yang memberi kesan lebih sebagai response terhadap kritik dari pada sebagai produk perencanaan yang matang.
Anggapan dasar tentang masa yang akan datang banyak mempengaruhi sikap dan minat kalangan pendidik terhadap perencanaan dan pengembangan kurikulum.seringkali dikatakan bahwa “merencanakan” adalah membawa konteks masa depan ke saat sekarang atau mengbil keputusan tentang masa depan tersebut pada masa kini . Menyadari adanya kemungkinan-kemungkinan yang menyangkut prospek pendidikan dalam masyarakat dimasa mendatang , para ahli dan praktisi tidak cukup hanya membuat ramalan atau prediksi , tetapi haruslah membuat rencana untuk meningkatkan kemudahan mencapai prediksi yang positif dan mengurangi peluang terjadinya prediksi yang negatif.
Pentingnya proses perencanaan kurikulum ini lebih terasa lagi system pendidikan kejuruan dan teknologi yang mempunyai karakteristik berbeda dengan pendidikan umum. Secara umum diketahui bahwa pendidikan kejuruan dan teknologi diharapkan untuk dapat membekali para lulusannya sehingga mampu memasuki dunia kerja dengan kompetensi yang memadai.


KONSEP – KONSEP DASAR TENTANG KURIKULUM
Semua pihak sepakat bahwa kurikulum merupakan kunci pokok atau komponen utama dalam usaha mengembangkan potensi anak didik melalui program pendidikan.Meskipun demikian kesamaan pendapat sulit diperoleh dalam memberikan batasan yang tegas tentang batasan kurikulum.

PERKEMBANGAN BATASAN KURIKULUM
1980    : Hass,curriculum Planning  : A New Approach
Kurikulum adalah semua pengalaman yang dialami pribadi – pribadi anak didik dalam suatu program pendidikan yang bermaksud untuk mencapai tujuan umum dan khusus yang relevan , yang direncanakan berdasarkan kerangka teoritik dan riset atau praktekprofesional masa lalu dan masa sekarang.
1982    : Olivia, Deleloping the Curriculum
Kurikulum adalah rencana atau program yang menyangkut semua pengalaman yang dihayati anak didik dibawah arahan sekolah.
1986    : Beane, et.al.,Curriculum Planning and Development
Batasan tentang kurikulum dapat diklarifikasikan menjadi empat kategori
1.      Kurikulum sebagai produk
2.      Kurikulum sebagai program
3.      Kurikulum sebagai belajar yang direncanakan
4.      Kurokulum sebagai pengalaman anak didik
Pada perkembangannya nampak sekali adanya kecenderungan untuk menempatkan kurikulum sekolah sebagai wahana untuk mengembangkan anak didik menjadi orang dewasa dalam artian tingkah laku dan peranan yang diharapkan.
Kita dapat mengambil contoh dari klasifikasi yang dibuat oleh Beane yang memandang kurikulum sebagai produk, sebagai proses , sebagai rencana belajar, dan sebagai hasil kegiatan atau pengalaman belajar. Secara konsepsonal sebenarnya keempat klasifikasi tersebut menggambarkan pergeseran orientasi kurikulum dari satu kutub (orientasi pada sekolah) ke kutub yang lain (orientasi pada anak didik). Konsep ini sangat membantu dalam proses perencanaan dan pengembangan kurikulum, sebab memang pada kenyataanya kedua kepantingan itulah yang nantinya akan menentukan corak, warna, dan efektifitas suatu kurikulum.

KURIKULUM DAN PENGAJARAN
Dapat kita katakana bahwa kurikulum mencakup semua pengalaman belajar anak didik di sekolah, sedangkan pengajaran menyangkut strategi penyampaian berbagai pengalaman belajar tersebut sehingga keduanya memiliki hubungan erat. Dengan demikian perencanaan kurikulum tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip belajar yang ada , sebliknya perencanaan kegiatan pengajaran tidak dapat mengabaikan gambaran menyeluruh tentang apa yang harus dicakup dalam suatu program. Dalam hal ini perencanaan kurikulum berada pada tingkat yang lebih tinggi, sedangkan perencanaan kegiatan pengajaran (instructional planning) berada pada tingkat yang lebih rendah, keduanya akan bertemu pada tahap evaluasi , pada tahap ini baik isi dan struktur kurikulum serta proses dan bahan ajar akan dinilai dengan criteria yang sama , yaitu sejauh mana keduanya mampu membantu anak didik dalam mengembangkan potensinya secara optimal.

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Dilihat dari perspektif sejarah, usaha perencanaan dan pengembangan kurikulum sudah dimulai pada masa-masa Mesir kuno sekitar 2000 tahun sebelum masehi. Program – program magang yang terorganisir pada pokoknya mencakup belajar kemampuan dasar menulis dan membaca karya sastra serta mempelajari suatu ketrampilan tertentu dari seorang yang sudah dipandang ahli yang berpengalaman.
Prinsip-prinsip dasar proses perencanaan dan pengembangan kurikulum yang penting, antara lain :
  1. 1.      Perencanaan kurikulum pada hakekatnya adalah suatu upaya untuk membantu anak didik, atau dengan kata lain focus upaya perencanaan kurikulum tidak lain adalah siswa dan pengalaman belajar yang diperolehnya.
  2. 2.      Dalam prosesnya, perencanaan kurikulum melibatkan banyak pihak, dan dilakukan dalam berbagai tingkat atau hierarki vertical, sesuai dengan junis dan kuantitas informasi yang terlibat didalamnya.
  3. 3.      Karena luasnya dimensi kurikulum sekolah, perencanaan kurikulum harus mengkaji banyak aspek dan persoalan, disamping yang terutama tentang isi dan proses belajar mengajar.
  4. 4.      Dengan banyaknya tahapan dan dinamika pendidikan dalam masyarakat yang harus dipertimbagkan dalam proses perencanaan, maka perencanaan dan pengembangan kurikulum harus dipandang sebagai suatu proses yang berkesinambungan dan berjalan terus menerus tanpa mengenal ujubg pemberhentian, dan bukan sebagai usaha yang selesai dalam sekali tindakan.

Dapat dikemukakan disini bahwa untuk mempersiapkan suatu kurikulum yang mentap diperlukan perencanaan mulai dari tingkat makro (nasional) sampai ketingkat mikro (interaksi Guru-Murid di kelas). Informasi harus dikumpulkan menyangkut aspek demografis, aspek sosiologis dan aspek ekonomis. Demikian pula untuk menyusun urutan dan struktur dan struktur kurikulum diperlukan bentuan para ahli psikologi belajar, para pakar bidang studi yang mumpuni, dan para ahli kependidikan.

KOMPONEN-KOMPONEN PERENCANAAN KURIKULUM
Sejalan dengan luasnya scoope dan banyaknya dimensi persoalan dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum, banyak komponen-komponen yang saling terkat satu sama lain dan harus selalu dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kurikulum sekolah. Komponen-komponen ini dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok besar, yaitu :
1.      Komponen landasan (termasuk Filosofi, sosiologi dan psikologi)
2.      Komponen konteks (falsafah Negara, struktut social ekonomi, politik, dan budaya)
3.      Komponen penyaring (termasuk sarana/prasarana, prinsip-prinsip belajar, dan karakteristik anak didik).
Melalui kajian filosofi, kajian sosiologis dan kajian psikologis hal-hal yang bersifat normative dan ideal yang menjadi tumpuan tujuan penyelenggaraan pendidikan dapat dianalisis, dan ini sangat bermanfaat untuk mencegah agar program pendidikan yang lahir tidak mudah goyang dan berubah-ubah karena rapuhnya fondasi yang mendasarinya.
Disampingkomponen yang termasuk kelompok pertama di atas yang sifatnya relative universal, perencanaan kurikulum dalam dunia pendidikan haruslah juga memperhatikan factor-faktor yang sifatnya kontekstual, yang khusus menyangkut lingkungan atau setting tertentu. Factor penyaring yang pada akhirnya akan menentukan tahap pelaksanaan atau implementasi sebagai langkah lanjut perencanaan suatu kurikulum.
Ditinjau dari segi filosofi, maka peri kehidupan yang selalu berubah ini jelas mengubah perspektif global masyarakat dunia dan pribadi manusianya. Pengetahuan manusia tentang “benar-salah”, “baik-buruk”, dan “cocok-tidak cocok” senantiasa berubah sejalan dengan ledaka informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula persepsi tentang hakikat manusia, masyarakat dan sekolah serta system pendidikan secara luas akan selalu terpengaruh karenanya.
Ditinjau dari segi sosiologi, kehidupan modern jelas mengubah system tanggung jawab individu menjadi semakin besar, menyusul perubahan struktur keluarga dan meningkatnya mobilitas populasi, dan semakin tingginya produktifitas serta tingkat industrialisasi di suatu masyarakat akan membawa pula perubahan tentang struktur kerja, konsep pemanfaatan waktu luang, dan konsep diri manusia itu sendiri. Ini menyebabkan semakin rumitnya pengertian relevansi antara pendidikan di sekolah dan kehidupan di luar sekolah, belum lagi diperhitungkan tentang konsep keseimbangan antara kebutuhan individu dan masyarakat yang selalu menarik ditinjau dari segi psikologi.


Indahnya Berbagi.